Senin, 31 Mei 2010

Lembayung Senja : Kembangpun Bermekaran

Musim semi datang, tunas-tunas bermunculan. Pohon kering menjelma menjadi pohon yang rupawan. Daun hijau, lebat, tinggi menjulang. Terlihat sangat rindang membuat burung- burung riang berdendang atau sekedar membuat sarang. Kiranya seperti itulah suasana hati Nay saat itu. Ketika insan itu datang didalam hari-harinya, Nay begitu menikmati. Kepiawaiannya menorehkan warna me-ji-ku-hi-bi-ni-u membuat Nay takluk dan mengaguminya. Tersimpan sangat dalam dan tak mungkin terhapus oleh waktu. Disebuah distro tempat Nay bekerja Dimas datang. Dengan wajah sayu dia mengutarakan maksud kedatangannya sore itu.

“dik, semua urusan kakak di Semarang dah kelar, kakak mau pamit pulang ke Bumiayu..”
“apa benar urusan kakak di Semarang sudah selesai? semuanya....”, sergah Nay harap-harap cemas. Apakah pendekatan yang dilakukannya selama ini hanyalah sebuah hiburan. 4 bulan mereka bersama, apakah hanya kata itu penutup perjumpaannya.
“benar dik, kakak akan pulang besok, dan entah kapan bisa bertemu kamu lagi...”, jawabnya tanpa beban.
Semakin nay merasa tak karuan, dadanya mulai terasa sesak, sulit untuknya berbicara lagi, akankah dia kehilangan sosok kakak yang mau membagi sayang kepadanya.
“adik ga usah sedih kakak pergi, kita kan masih tetap bisa telpon atau smsan...” lanjutnya berusaha menentramkan.
Nay tetap terdiam, otaknya sudah dipenuhi airmata yang sengaja dia tahan agar tak ambyar di hadapan sang pujaan.
“Lihat mata kakak, kakak sedang bicara sama adik.” Sejenak Dimas menghela nafas dan, “Maukah adik menjadi pacar kakak?”
Tangisan haru mewarnai kebahagiaan Nay dikala itu. Untuk pertama kalinya Nay menyematkan insan benar- benar tepat di singgasana hatinya.
“iya, adik mau jadi pacar kakak”. Pelangi mewarnai hatinya.
“Dialah rajaku, titahnya adalah perintah buatku. Kebahagiaanya akan selalu menjadi kebahagiaanku. Takkan pernah terfikir sedetikpun membuatnya meragukan cintaku”, batinnya dg haru.

Cinta Nay pada Dimas tumbuh dari sebuah biji kecil yang ditanam lahan subur kasih sayang. Hanya ada rasa butuh dan sayang saat Nay menerima cintanya. Tapi dengan siraman komunikasi serta kesetiaan, tak lupa pula pupuk pengertian, perhatian, kepercayaan dan kejujuran. Mereka cabuti rumput- rumput keegoisan dan gulma malapetaka yang hanya akan membawa kesedihan. Pohon cintanya tumbuh subur, besar kokoh dan rindang seiring berjalannya waktu. Berharap takkan ada badai yang mampu mengoyakkan cinta mereka.

Kepulangan Dimas tetap tak bisa ditunda. 12jam setelah pertemuan sore itu, sebelum kepulangannya, Dimas mampir kerumah Nay.
“kakak pulang pagi ini, adik jaga diri baik- baik ya?”
“ga bisakah kakak pulang nunggu matahari terbit?”
“tidak sayang, kakak pulang jam segini supaya ga kepanasan dijalan, hitung aja perjalanan 5jam, brarti ntar kakak mpe rumah jam berapa?”
Nay menghitung jarinya, “lima,enam,tujuh,delapan,sembilan,,, jam sembilan ya kak? Ywadah, kakak hati2 di jalan,inget maen ke semarang lagi ya..”
“iya sayank, kakak usahain. Kalo gitu, kakak pamit sekarang ya? Assalamu’alaikum,,”
“wa’alaikumsalam.....” jawabnya mengantar kepulangan Dimas. Terasa ada yang hilang dalam diri Nay.
“ah, sudahlah, ini hanyalah sementara....” batinnya mendamaikan diri.

bersambung...